Jumat, 10 Februari 2017

Sejarah Kota Natal jilid VII



Sejak AP Godon menjadi Asisten Residen di Afdeeling Mandailing en Angkola (1847) telah banyak yang berubah. Produksi kopi terus meningkat di Mandailing dan Angkola, akses jalan menuju Natal semakin lancar. Perubahan yang lain adalah anak-anak Mandailing en Angkola sudah mulai bersekolah (introduksi aksara latin dalam pendidikan). Pendapatan pemerintah dari kopi telah mampu membiayai untuk pendidikan. Pendapatan yang sebelumnya terbatas untuk anggaran infrastruktur (utamanya jalan/jembatan) kini telah diperluas dan dialokasikan untuk pendidikan.
Sukses pertama dari pendidikan di Mandailing en Angkola adalah dikirimnya dua siswa (bernama Si Asta dan Si Angan) tahun 1854 untuk studi kedokteran di Batavia. Kedua siswa ini diharapkan akan mampu menangani penyakit dan wabah yang kerap terajdi sebelumnya. Sukses kedua adalah dikirimnya Si Sati pada tahun 1857 untuk studi keguruan ke Belanda. Pada tahun 1856 dua siswa kedokteran telah berhasil dalam studinya. Dr. Asta ditempatkan di Mandailing dan Dr. Angan ditempatkan di Angkola. Pada tahun 1856 dua siswa dikirim lagi ke Batavia.
Pada tahun 1961 Si Sati yang telah berganti nama menjadi Willem Iskander kembali ke tanah air (Batavia). Willem Iskander kemudian pulang kampong di Mandailing untuk mendirikan sekolah guru (kweekschool). Lokasi yang dipilih Willem Iskander tempat sekolah guru yang akan diasuhnya sendiri adalah din Tanobato. Suatu kampong yang jauh dari Panjaboengan di daerah yang lebih tinggi dan berhawa sejuk di sisi jalan menuju pelabuhan Natal.
Lokasi sekolah guru yang dipilih di Tanobato tidak menguntungkan untuk siswa-siswa yang berasal dari Angkola. Pilihan lokasi diduga karena letak Tabobato yang berhawa sejuk lebih sesuai untuk Willem Iskander sendiri yang sudah mengalami iklim Eropa. Alasan utama mungkin agar Willem Iskander mudah dan cepat akses ke pelabuhan (agar mudah ke Padang dan Batavia) dan juga agar pejabat pendidikan baik di Padang dan Batavia mudah mengakses sekolah guru itu.
Pilihan Tanobato sebagai sekolah guru secara tidak langsung menguntungkan Natal (yang sudah beberapa tahun mengalami keterpencilan). Natal dan pelabuhan Natal akan dengan sendirinya menjadi ramai kembali. Para pejabat akan sering meninjau sekolah tersebut. Demikian juga para wisatawan akan tertarik melihat keberadaan sekolah guru yang berada di ketinggian itu yang mana gurunya, Willem Iskander merupakan satu-satunya pribumi yang berpendidikan di Hindia Belanda dan memahami serta sudah terbiasa dengan budaya Eropa.
Afdeeling Natal yang selama ini hanya terdapat dua atau tiga pejabat (termasuk controleur), pada tahun 1861 di Natal sudah terdapat enam pejabat. Di Tanobato sejak tahun 1852 sudah ditempatkan seorang koffie pakhuis,meester. Lalu sejak 1856 seorang pengawas ditempatkan di Moearasama. Kemudian pada tahun 1858 pengawas ditambahkan di Tapoes. Pada tahun 1860 pakhuis,meester di Tanobato dan pengawas di Tapoes dihilangkan. Ini mengindikasikan jalur Natal keramaiannya (arus barang dan orang) menurun. Akan tetapi pada tahun 1861 di Tanobato diaktifkan lagi pakhuis,meester.
Satu-satunya pejabat yang ada di Tanobato saat Willem Iskander membuka sekolah guru adalah pakhuis,meester. Bisa dibayangkan bahwa Tanobato, tempat adanya sekolah guru sangatlah sepi jika dibandingkan dengan Panjaboengan yang sangat ramai tempat dimana asisten residen berkedudukan dan sejumlah pejabat lainnya. Pada tahun 1863 status pakhuis,meester di Tanobato diringkatkan menjadi pengawas. Jabatan pakhuis,meester yang sebelumnya dipegang oleh Belanda kini dialihkan dan dipegang oleh pribumi.
Penempatan pengawas (opziener) di Tanobato besar kemungkinan karena sekolah guru ini telah memiliki banyak siswa. Perhatian pemerintah di Tanobato tidak hanya pada perdagangan kopi (fungsi koffiej pakhuis,meester) tetapi juga aspek-aspek yang lebih luas dalam bidang kemasyarakatan yangdalam hal ini intens dalam bidang pendidikan (fungsi pengawas).
Sekolah guru Tanobato (Kweekschool Tanobato) semakin berkembang dan semakin diakui oleh pemerintah hingga pada akhirnya pada tahun 1865 sekolah yang didirikan Willem diakuisi pemerintah dan dijadikan sebagai sekolah guru negeri. Tanobato semakin berkembang, Moerasama juga semakin berkembang dan Natal juga ikut semakin pesat lagi berkembang.

Sumber :Akhir Matua Harahap


Kamis, 02 Februari 2017

Sejarah Kota Natal jilid VI (Ranah Nata)

Foto Pantai Natal Dahulu

Akibatnya, Natal tidak sepenuhnya menjadi pelabuhan dari afd. Mandailing en Angkola lagi, karena dalam perkembangannya tidak semua arus produksi dan orang melalui pelabuhan Natal. Penduduk dan hasil-hasil produksi dari Angkola sudah sejak lama mengalir melalui Lumut tetapi semakin optimal dengan tersedianya gudang/pelabuhan di Djaga-Djaga.

Pada saat era WA Hennij inilah ekonomi Angkola mampu mengimbangi ekonomi Mandailing. Volome perdagangan kopi Angkola telah meningkat pesat dan harganya juga telah meningkat juga. Faktor penting peningkatan elonooomi Angkola karena akses jalan yang telah membaik dari Padang Sidempuan ke Loemoet. Juga karena factor perluasan kebun kopi ke Sipirok telah mulai menghasilkan.

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-06-1860: ‘Asisten Residen Mandheling en Ankola, B. Zellner dipindahkan ke Lima Poeloeh Kotta. Untuk Asisten Residen Mandheling en Ankola diangkat Controleur kelas-1, W.A. Henny, yang sebelumnya menjabat Controleur di Ankola’

Atas prestasi WA Hennij dalam ekstensifikasi dan intensifikasi kopi di Angkola, posisinya dinaikkan dari jabatan controleur (di onderafd. Angkola) menjadi asisten residen (di afdeeling Mandailing en Ankola). Dalam perkembangannya, WA Hennij ditarik ke Padang, Ibukota Province Sumatra’s Westkust menjadi sekretaris Gubernur (kini Sekda).

Ketika akses jalan Padang Sidempuan-Lomoet telah ditingkatkan untuk pengakutan kopi, pemerintah pusat/provinsi memandang perlu untuk menghubungkan Padang (ibukota provinsi Sumatra’s Westkust) dengan Sibolga (ibukota Residentie Tapanoeli) melalui moda transfortasi darat. Lalu dilakukan peningkatan mutu jalan/jembatan di tiga etafe: Fort de Kock-Panjaboengan, Panjaboengan-Padang Sidempuan dan Padang Sidempuan-Sibolga. Pada etafe Padang Sidempuan-Sibolga, jalan darat diperluas antara Loemoet-Sibolga. Sebab pelabuhan Sibolga sudah ditingkatkan dan arus perdagangan kopi akan langsung menuju Sibolga. Konsekuensinya, jalan akses Panjaboengan/Kotanopan menuju Natal semakin sepi. Hal ini karena faktanya arus kopi dari Mandailing telah mengalir ke tiga arah: selain ke Natal, juga telah mengarah ke Fort de Kock dan ke Padang Sidempuan.

Sejak WA Hennij menjadi sekda provinsi, perhatian pemerintah semakin intensif ke Residentie Tapanoeli khususnya di afdeeling Mandailing en Angkola. Semakin membaiknya akses darat dari Padang-Sibolga via Padang Sidempuan, jumlah para wisatawan juga semakin meningkat. Hal lain adalah di satu sisi produksi kopi di onderfadeeling Klein Mandailing dan Oeloe en Pakantan sudah mengalir melalui darat ke Fort de Kock dan di sisi lain produksi kopi dari Angkola (Djae, Djoeloe dan Dolok) menuju Sibolga.

Posisi Padang Sidempuan menjadi strategis. Padang Sidempuan menjadi tumbuh pesat karena tidak hanya pusat transit perdagangan kopi (gudang besar) juga penduduk Mandailing sudah mulai banyak yang melakukan transaksi ke Padang Sidempuan (menjual produk ekspor dan membeli produk impor).

Natal lambat laun menjadi sepi. Natal yang sebelumnya pintu gerbang afdeeling Mandailing en Angkola seakan berbalik menjadi hanya sekadar pintu belakang. Natal seakan menjadi terpencil kembali, sebagaimana pada tahun 1845. Saat itu Natal tidak menjadi bagian dari Residentie Tapanoeli tetapi bagian daerah paling luar dari Residentie Padangsche Bovenlanden (ibukota di Fort de Kock).

Sumber : Akhir Matua Harahap.


Nur Alamsyah Batubara AMB