Ranah Nata atau Natal mulai dikuasai oleh penjajah Belanda.
1823, Ranah Nata Masuk dalam keresidenan Tapanuli,
1830 di Ranah Nata dan Tapanuli ditempatkan posthouder, di Ranah Nata tempatkan Posthouder bernama A. H. Intveld.
1831 di Natal di Mulai Pemerintahan Semi Militer dengan jabatan Civil Militer kommandant berpangkat Letnan satu, asisten letnan Dresse.
1833, Ranah Nata / Natal, Tapanuli dan Air Bangis disatukan menjadi satu Afdeeling yang bernama Noordelijke Afdeeling dengan Ibu Kota nya Ranah Nata (Natal).
1836, Arsitektur pemerintahan Noordelijke Afdeeling mengalami perubahan. Statusnya dinaikkan menjadi Asisten Resident dan wilayah ditambah Rao.
- menurut tijdschrift, voor Neerland's Indie Jrg 2, 1839. Di Ranah Nata terdapat 6 suku, yaitu : Minang Kabau, Suku Barat, Suku Padang, Suku Bandar 10, suku atjeh, suku Rao.
1840, status Ranah Nata diturunkan dari Asisten Resident menjadi Counteler.
30-11-1842, Eduard Doowes Dekker (Multatuli) menjadi Controleur Natal, selama menjabat Multatuli menjadi tempat curhat dan berkeluh kesah penduduk bahkan melakukan advokasi,
Karna dianggap tidak berpihak pada pemerintah Belanda, Multatuli di panggil ke Padang dan di bebas tugaskan dan di ganti dengan H. Dipenhorst.
1843 Eduard Doowes Dekker dipecat dari Controleur Natal.
Menurut De Sumatra Post, 18-03-1931 : Surat Dari Eduard Doowes Dekker telah di temukan dari Arsip Negara dan disimpan. Multatuli menulis surat dari 30 Nov 1842 - 25 Agst 1843.
1845, Ranah Nata masuk residen Air Bangis, sejak pemecatan Multatuli, pemerintahan Natal dikendalikan oleh beberapa controleur, tapi hanya sebatas pejabat sementara.
1846, afdeeling Natal dimasukkan dalam ke Residentie Tapanuli.
Saat AP Godon menjabat di Afd. Mandailing en Angkola, jalan penghubung antara Tanobato dengan Pelabuhan Natal dibuka.
1852, Produksi kopi Mandailing dan Angkola mengalir ke Pelabuhan Natal, dan diteruskan ke Padang,
1853, JAW Van Opuijsen menjadi Controleur Natal,
1857, Ranah Nata mulai sepi kembali seperti tahun 1845, akibat dari dibukanya jalan darat penghubung Padang - Sibolga via Padang Sidempuan.
1862, si Sati ( Willem Iskandar) bersama Jellinghaus ( Resident Mqndailing en Angkola) datang dan bermalam di rumah gadang Ranah Nata.
1864, WR Devidson membangun Tangsi Hitam di Natal yang kini menjadi Rutan Natal.
Minggu, 27 Agustus 2017
Sejarah Kota Natal : Prakiraan dan Lama Kuasa II
Kamis, 24 Agustus 2017
Sejarah Kota Natal : Prakiraan Masa dan Tahun kuasa I
Ranah Nata ( kota Natal) merupakan kota kecil yg mncapai puncak kejayaan dimasa penjajahan kolonial penjajah. Menurut M. Onggang Parlindungan dalam buku ( Tuanku Rao ) masyarakat adat Ranah Nata sudah berusia satu alaf (1000 th) lamanya dan menamakan tanah ulayat nenek moyangnya dengan sebutan Ranah Nata. Dan tidak pernah ada orang yg menambahkan huruf el ( L) atau er (R) dibelakang kata Nata. Kecuali para pendatang dan masyarakat mandailing dahulunya.
Berikut beberapa catatan tahun sejarah untuk Ranah Nata.
1325 - 1350, DR. Hamka, 1974. Dalam buku nya "Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao", menjelaskan bahwa Ibnu Bathuthah datang ke Natal dan memberi nama Ranah Nata untuk Kota Natal.
Hal ini dikarenakan saat beliau tiba di Natal beliau mendengar suara jeritan dari seseorang yang berasal dari sebuah bukit kecil yang saat ini disebut dengan nama bukit bendera. Menurut E.St. Harahap, 1960, dalam buku "Perihal Bangsa Batak" sebenarnya bukit itu bernama bukit Mandera, yaitu bukit tempat mendera.
1412, diyakini sebagai tahun kedatangan Syekh Maghribi Maulana Malik Ibrahim ke Ranah Nata,
1416, H. Sham Po Boo datang ke Ranah. Beliau adalah seorang saudagar dari China, yang kemudian para pendatang China mulai mendirikan penggergajian kayu di singkuang skitar tahun 1513. Dan kedatangan saudagar dari negeri bambu ini juga diyakini sebagai awal pemberian nama singkuang yg berasal dari kata Sing Kwang yang berarti tanah baru. Sedangkan untuk tempat peristirahatan mereka adalah suatu tempat yg bernama Kun - Kun yg juga berasal dari bahasa China dan mempunyai arti Berleha -leha.
1492-1496, dalam buku "Perihal Bangsa Batak" disebutkan bahwa kolonial telah datang ke Ranah Nata untuk berdagang.
1500-1560, Shaff ra Alisyahbana, dalam catatan Pra Malako memperkirakan Datuk Imam Basya dari Air Bangis dan pangeran Indra Sutan dari Indopuro datang ke Ranah Nata dan mendirikan kerajaan Ranah Nata yang berpusat di Padang Malako, dan kemudian pindah ke Kampung Bukik. Sementara itu Pangeran Indra Sutan mendirikan kerajaan Lingga Bayu di simpang bajambah yang notabenenya adalah pemekaran dari kerajaan Ranah Nata. Sebagian sumber menyatakan pemekaran ini untuk mempermudah penguasaan dan pengawasan wilayah Ranah Nata atau pembagian tugas.
1525 , untuk yang kedua kalinya bangsa portugis datang ke Ranah Nata dan memberi nama Natal untuk Ranah Nata.
Hal ini dikarenakan mereka melihat ada kemiripan pelabuhan dan pemandangan Ranah Nata dengan Natal yang ada di Prov. Durban, Afrika Selatan dan juga Amerika Selatan. Namun ada pula yang berpendapat bahwa pemberian nama Natal dikarenakan mereka tiba di Ranah Nata pada tanggal 25 Desember yang bertepatan dengan Hari Natal.
1672, menurut Jhon Crawfurd, 1856, dalam buku " A Discriptive of Ned Indies" bangsa Inggeris datang ke Ranah Nata dan juga memberikan nama Natal untuk Ranah Nata.
1610, Ranah Nata dikuasai oleh Kerajaan dari Atjeh.
1619 Sejak kedatangan pelaut-pelaut Eropa di Nusantara (menggantikan pelaut/pedagang dari India, Persia dan Arab), nama Natal belumlah popular. Pelaut Portugis dan Spanyol yang pertamakali datang. Kemudian disusul Perancis, Inggris dan Belanda. Pelaut-pelaut Portugis telah memetakan wilayah Nusantara. (Sumber : blog Akhir Matua Hrp.)
1697, Syekh Burhanuddin III datang ke Ranah Nata.
1700, Sutan Tiansyah datang dari Bengkulu dan mendurikan kerajaan Kinondom di Simpang Sao, Bintuas.
1710, Raja Merangkat dan Raja Lumut mendirikan kerajaan Singkuang di Sinorpi.
1711, Sutan Rangkayo Maharajo Di Rajo dari Indopuro mendirikan kerajaan Batahan di Sopobolo
1715, Si Hitam Lidah Raja di Angkola dari Muara Sipongi mendirikan kerajaan Lubu di Batu Gajah,
1715/1720 Mangaraja Uhum dari Mandailing pindah ke Ranah Nata. Dari sinilah awal mula muncul nya penyebutan Natar untuk Ranah Nata. Natar berasal dari kata Natarida yang berarti " yang tampak /Indah".
1760, Sutan Baginda Martia Lelo mengadakan perjanjian dengan VOC di Ranah Nata yang dihadiri oleh Abraham Moashell (Resident Nias).
1762, untuk kesekian kalinya bangsa Inggeris masuk ke Ranah Nata dan memperkuat penamaan Natal dan juga membuat peta Ranah Nata.
Bersambung
Sejarah Kota Natal : Prakiraan Masa dan Tahun kuasa I
Ranah Nata ( kota Natal) merupakan kota kecil yg mncapai puncak kejayaan dimasa penjajahan kolonial penjajah. Menurut M. Onggang Parlindungan dalam buku ( Tuanku Rao ) masyarakat adat Ranah Nata sudah berusia satu alaf (1000 th) lamanya dan menamakan tanah ulayat nenek moyangnya dengan sebutan Ranah Nata. Dan tidak pernah ada orang yg menambahkan huruf el ( L) atau er (R) dibelakang kata Nata. Kecuali para pendatang dan masyarakat mandailing dahulunya.
Berikut beberapa catatan tahun sejarah untuk Ranah Nata.
1325 - 1350, DR. Hamka, 1974. Dalam buku nya "Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao", menjelaskan bahwa Ibnu Bathuthah datang ke Natal dan memberi nama Ranah Nata untuk Kota Natal.
Hal ini dikarenakan saat beliau tiba di Natal beliau mendengar suara jeritan dari seseorang yang berasal dari sebuah bukit kecil yang saat ini disebut dengan nama bukit bendera. Menurut E.St. Harahap, 1960, dalam buku "Perihal Bangsa Batak" sebenarnya bukit itu bernama bukit Mandera, yaitu bukit tempat mendera.
1412, diyakini sebagai tahun kedatangan Syekh Maghribi Maulana Malik Ibrahim ke Ranah Nata,
1416, H. Sham Po Boo datang ke Ranah. Beliau adalah seorang saudagar dari China, yang kemudian para pendatang China mulai mendirikan penggergajian kayu di singkuang skitar tahun 1513. Dan kedatangan saudagar dari negeri bambu ini juga diyakini sebagai awal pemberian nama singkuang yg berasal dari kata Sing Kwang yang berarti tanah baru. Sedangkan untuk tempat peristirahatan mereka adalah suatu tempat yg bernama Kun - Kun yg juga berasal dari bahasa China dan mempunyai arti Berleha -leha.
1492-1496, dalam buku "Perihal Bangsa Batak" disebutkan bahwa kolonial telah datang ke Ranah Nata untuk berdagang.
1500-1560, Shaff ra Alisyahbana, dalam catatan Pra Malako memperkirakan Datuk Imam Basya dari Air Bangis dan pangeran Indra Sutan dari Indopuro datang ke Ranah Nata dan mendirikan kerajaan Ranah Nata yang berpusat di Padang Malako, dan kemudian pindah ke Kampung Bukik. Sementara itu Pangeran Indra Sutan mendirikan kerajaan Lingga Bayu di simpang bajambah yang notabenenya adalah pemekaran dari kerajaan Ranah Nata. Sebagian sumber menyatakan pemekaran ini untuk mempermudah penguasaan dan pengawasan wilayah Ranah Nata atau pembagian tugas.
1525 , untuk yang kedua kalinya bangsa portugis datang ke Ranah Nata dan memberi nama Natal untuk Ranah Nata.
Hal ini dikarenakan mereka melihat ada kemiripan pelabuhan dan pemandangan Ranah Nata dengan Natal yang ada di Prov. Durban, Afrika Selatan dan juga Amerika Selatan. Namun ada pula yang berpendapat bahwa pemberian nama Natal dikarenakan mereka tiba di Ranah Nata pada tanggal 25 Desember yang bertepatan dengan Hari Natal.
1672, menurut Jhon Crawfurd, 1856, dalam buku " A Discriptive of Ned Indies" bangsa Inggeris datang ke Ranah Nata dan juga memberikan nama Natal untuk Ranah Nata.
1610, Ranah Nata dikuasai oleh Kerajaan dari Atjeh.
1619 Sejak kedatangan pelaut-pelaut Eropa di Nusantara (menggantikan pelaut/pedagang dari India, Persia dan Arab), nama Natal belumlah popular. Pelaut Portugis dan Spanyol yang pertamakali datang. Kemudian disusul Perancis, Inggris dan Belanda. Pelaut-pelaut Portugis telah memetakan wilayah Nusantara. (Sumber : blog Akhir Matua Hrp.)
1697, Syekh Burhanuddin III datang ke Ranah Nata.
1700, Sutan Tiansyah datang dari Bengkulu dan mendurikan kerajaan Kinondom di Simpang Sao, Bintuas.
1710, Raja Merangkat dan Raja Lumut mendirikan kerajaan Singkuang di Sinorpi.
1711, Sutan Rangkayo Maharajo Di Rajo dari Indopuro mendirikan kerajaan Batahan di Sopobolo
1715, Si Hitam Lidah Raja di Angkola dari Muara Sipongi mendirikan kerajaan Lubu di Batu Gajah,
1715/1720 Mangaraja Uhum dari Mandailing pindah ke Ranah Nata. Dari sinilah awal mula muncul nya penyebutan Natar untuk Ranah Nata. Natar berasal dari kata Natarida yang berarti " yang tampak /Indah".
1760, Sutan Baginda Martia Lelo mengadakan perjanjian dengan VOC di Ranah Nata yang dihadiri oleh Abraham Moashell (Resident Nias).
1762, untuk kesekian kalinya bangsa Inggeris masuk ke Ranah Nata dan memperkuat penamaan Natal dan juga membuat peta Ranah Nata.
Bersambung