Sejarah Kota Natal pada awalnya adalah bagian dari sejarah pelabuhan-pelabuhan pantai barat Sumatra. Pada tahun 1825 pelabuhan Natal menjadi wilayah penguasaan Belanda (berdasarkan Traktak London, 17 Maret 1824).
Peta kuno, 1619 (peta Portugis)
Sejak kedatangan pelaut-pelaut Eropa di Nusantara (menggantikan pelaut/pedagang dari India, Persia dan Arab), nama Natal belumlah popular. Pelaut Portugis dan Spanyol yang pertamakali datang. Kemudian disusul Perancis, Inggris dan Belanda. Pelaut-pelaut Portugis telah memetakan wilayah Nusantara. Ketika pelaut Belanda datang (1895) diantara nama-nama tempat terdapat tiga nama yang terpetakan yakni: Baros, Aroe dan Batahan. Natal tidak teridentifikasi.
Kehadiran Portugis menghilang di sekitar Sumatra oleh Belanda (Malaka direbut). Hanya tersisa Inggris dan Belanda, setelah Inggris menggusur kehadiran Perancis. Perseteruan Inggris-Belanda di Eropa berimbas pada pengusaan wilayah di Nusantara (termasuk di Sumatra). Inggris menggantikan Belanda. Lalu kemudian berdasarkan Traktat London terjadi ‘tukar guling’ Bengkulu dan Malaka.
Leydse courant, 26-06-1761: ‘..4 Februari 1760, kapal Perancis berlabuh di Air Bangis..7 Februari 1860 Inggris mengambil pelabuhan Natal dari Perancis. Pelabuhan Natal ini diduduki oleh 40 Eropa dan 60
Pada tanggal 12 Mei 1829 Belanda mengambil alih Kota Padang dari Inggris. Residentie Sumatra’s Westkust dibentuk dari Pariaman hingga Indrapoera (menjadi Padaugsche bovenlanden). Kemudian wilayah Belanda di perluas di pantai dari Singkil hingga Ujung Masang dan di pedalaman Mandheling en Rao. Pada tahun 1830 di Natal dan Tapanoeli ditempatkan seorang posthouder. Di Natal posthouder bernama A.H Intveld.
Kekuasaan Baros hingga ke Natal. Baros pada tahun 1668 terdapat post VOC. Pada tahun 1755-1760 diambil alih oleh Inggris.
Penduduk di Kota Natal sendiri adalah penduduk melting pot. Mereka adalah pendatang yang umumnya berdagang. Menurut Tijdschrift voor Neerland's Indiƫ jrg 2, 1839, di Natal terdapat enam suku:
1. Soekoe Menangkabauw. Menangkabausche stam.
2. Soekoe Barat, Westelijke stam.
3. Soekoe Padang, stam van Padang.
4. Soekoe Bandar Sepoeloe, stam uit de plaatsen gelegen tusschen Padang en Benkoelen.
5. Soekoe Atje, stam van Atjin.
6. Soekoe Rauw, stam van Rauw.
Setiap suku dikepalai oleh seorang Datu dan para Datu dipimpin oleh seorang Radja yang disebut Toeankoe Besar. Lanskap Natal juga meliputi hulu Kota Natal terdapat Linggabayu, di sebelah utara, di sebelah selatan Batahan dan Air Bangis (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indiƫ jrg 2, 1839). Di Linggabayu terdapat Radja (dan panglima) yang mana penduduknya Mandailing 3.000 jiwa. Di Batahan terdapat penduduk Mandailing sebanyak 2.500 jiwa yang dikepalai oleh seorang Radja. Wilayah Batahan termasuk pulau Tamang. Di selatan Batahan terdapat Air Bangis yang dikepalai oleh seorang Radja (dan Panghoeloe).
Di pedalaman (Batak) penduduk Mandailing dan Angkola tengah berperang melawan pasukan Padri dari Bonjol. Kaum Padri adalah salah satu sekte yang mengusung pemurnian agama (dengan kekerasan). Di Minangkabau, Padri memerangi kaum adat (kerajaaan). Di Tanah Batak, Padri melakukan eksploitasi dengan dalih pemurnian agama. Para pemimpin Batak (Mandailing/Angkola) meminta bantuan pihak Belanda (untuk mengamankan Tanah Batak).
Pada tahun 1832 di Natal dimulai pemerintahan semi-militer dengan jabatan Civiel-Militaire Kommandant berpangkat letnan satu (dibantu dua pejabat sipil). Ini dimaksudkan untuk menjalankan pemerintahan sipil di Natal yang sudah kondusif dan ikut mendukung penyerangan militer di pusat Padri di Bonjol. Hal yang sama juga di Air Bangis, yang sebelumnya bersatus Civiel Kommandat diubah menjadi Civiel-Militaire Kommandant (pangkat sipil, bukan militer). Pada tahun 1833 Natal, Tapanoeli dan Air Bangis disatukan menjadi satu afdeeling yang diberi nama Noordelijke Afdeeling dengan ibukota Natal..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar