Selasa, 20 September 2016

Sejarah Kota Natal jilid II

Pada tahun 1933 terjadi pergerakan militer dari Natal (juga dari Air Bangis) untuk mendukung perang total Belanda terhadap kaum Padri yang berpusat di Bonjol. Tahun 1934 di Panjaboengan dibangun benteng (yang kemudian disebut Benteng Elout). Para hulubalang Mandailing dan Angkola ikut berpartisipasi. Pada tahun 1836 arsitektur pemerintah Noordelijke Afdeeling mengalami perubahan. Statusnya ditingkatkan menjadi Asisten Residen (JA Moser). Status semi militer di Natal dikembalikan menjadi status sipil, sementara jabatan asisten ditempatkan di Mandailing (F. Bonet, pensiunan militer yang sebelumnya menjadi posthouder di Tapanoeli) dan di Rao (W. Ivats). Dengan demikian Noordelijke Afdeeling meliputi Natal, Tapanoeli, Air Bangis, dan Rao. Di Air Bangis, Komandan digantikan oleh militer aktif berpangkat letnan dua. Pada tahun 1837 perlawanan Padri berhasil dilumpuhkan, tetapi di Mandailing dan Ankola kaum Padri dibawah Toekoe Tambusai masih melakukan tekanan terhadap penduduk. Pada tahun 1838 dibangun benteng Pijorkoling sebagai salah satu basis untuk melunpuhkan pengikut Tambusai di Pertibie (kemudian berubah nama menjadi Padang Lawas). Perlawanan Tambusai berakhir tahun 1838. Atas dasar ini wilayah yang berada di sebelah utara Sumatra’s Westkust dibentuk satu afdeeling (Noordelijke afdeeling). Pada tahun 1838 terjadi perubahan drastic. Noordelijke afdeeling dipimpin oleh seorang Resident (yang berkedudukan di Air Bangis) dimana di Natal tetap berstatus asisten residen. Pada tahun 1839 para pemimpin Batak (Mandailing/Angkola) menyepakati sejumlah keputusan dengan pejabat-pejabat Belanda. Salah satu kesepakatan adalah menerapkan koffiecultuur (1840). Mandailing terdiri dari 38 kampong yang dikepalai oleh para Radja dan Panghoeloe yang secara keseluruhan punduduknya berjumlah 40.000 jiwa. Loeboe 10.000 jiwa. Angkola 10.000 jiwa. Pertibie 8.000 jiwa. Pada tahun 1840 di satu sisi Natal diturunkan statusnya dari Asisten Residen menjadi Controleur. Sementara di sisi lain dibentuk afdeeling Mandailing en Angkola yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen berkedudukan di Panjaboengan. Selama masa perang, F. Bonet yang bertugas selama tiga tahun (1836-1839) berkedudukan di Kotanopan. Ini berarti dimulai pemerintahan sipil di Mandailing (dan Angkola). Struktur pemerintah menjadi Residentie Air Bangis dimana residen berkedudukan di Air Bangis. Dengan penambahan cakupan wilayah ke Baros, maka Residentie Air Bangis terdiri dari: afdeeling Air Bangis, afd. Natal, afd. Mandailing en Angkola, afd, Tapanoeli dan afd. Baros. Hal lain di afd. Tapanoeli tetap hanya diisi oleh seorang posthouder, sementara di afd. Baros langsung diisi oleh pejabat sipil. Afdeeling Rao yang sebelumnya masuk Residentie Airbangis dipisahkan dan dimasukkan ke Residentie Padangsch Bovenlanden (ibukota Fort de Kock). Pada tahun 1842 afd, Tapanoeli dan afd. Baros dipisahkan dari Residentie Air Bangis dan besama-sama dengan afdeeling baru (Pertibie, Singkel dan Nias) dibentuk residentie yang baru yakni Residentie Bataklanden (yang terdiri dari dua afdeeling: Tapanoeli dan Pertibie). Meski disebut Residentie pejabat tertinggi belum setingkat resident. Pejabat Residentie Bataklanden dan asisten residen afd. Tapanoeli sama-sama berkedudukan di Sibolga. Di afd. Pertibie pejabat tertinggi belum setingkat asisten residen. Pejabat asisten residen berkedudukan di Biela. Di Baros, Singkel dan Biela ditempatkan masing-masing seorang Controleur. Residentie Air Bangis menjadi hanya terdiri dari afd. Airbangis, afd, Natal, afd, Mandailing en Angkola plus afd. Rao (yang kembali masuk Residentie Air Bangis). Di Natal tetap dijabat seorang Controleur. Sementara di Rao ditempatkan seorang Asisten Residen yang dibantu satu controleur. Di Afdeeling Mandailing en Ankola ditempatkan dua controleur yakni di afd. Angkola dan afd. Oeloe en Pakantan.

(oleh : Akhir Matua Harahap)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar