Selasa, 28 November 2017

Progres Wisata Pantai yang Kurang Perhatian

Pantai Natal

Indahnya panorama alam diwilayah Pandai memang sudah menjadi primadona bagi masyarakat internasional. Juga menjadi devisa bagi daerah tersebut. Tidak heran perintah pusat saat ini begitu getol mengkampanyekan pariwisata di negeri ini. Bahkan memberikan visa gratis bagi para wisatawan mancanegara. Para penikmat wisata pantai selalu meluangkan waktunya untuk mengunjungi daerah - daerah pantai yg masih alami. Namun sangat disayangkan begitu banyak daerah pantai yang dibiarkan begitu saja, bahkan dirusak. Banyak daerah pantai yang punya potensi sangat menjanjikan untuk sumber pendapatan daerah yang menjadi lumbung sampah. Juga wilayah pantai yang lautnya keruh akibat tambang - tambang masyarakat yg tidak memperhitungkan dampak lingkungan. Penambangan pasir diwilayah pantai yg merusak  lingkungan. Perubahan fungsi hutan manggrove menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Pengerukan pasir sungai untuk pembangunan perumahan dan gedung pemerintahan / swasta. Tambang emas dan mineral di hulu sungai. Ditambah lagi zat - zat beracun yang berserakan disungai dan laut yang berasal dari pertambangan. Juga ulah nakal para nelayan yang menggunakan pukat harimau dalam menangkap ikan yang berakibat punahnya keanekaragaman hayati di lautan.


Minggu, 27 Agustus 2017

Sejarah Kota Natal : Prakiraan dan Lama Kuasa II

Ranah Nata atau Natal mulai dikuasai oleh penjajah Belanda.
1823, Ranah Nata Masuk dalam keresidenan Tapanuli,
1830 di Ranah Nata dan Tapanuli ditempatkan posthouder, di Ranah Nata tempatkan Posthouder bernama A. H. Intveld.
1831 di Natal di Mulai Pemerintahan Semi Militer dengan jabatan Civil Militer kommandant berpangkat Letnan satu, asisten letnan Dresse.
1833, Ranah Nata / Natal, Tapanuli dan Air Bangis disatukan menjadi satu Afdeeling yang bernama Noordelijke Afdeeling dengan Ibu Kota nya Ranah Nata (Natal).
1836, Arsitektur pemerintahan Noordelijke Afdeeling mengalami perubahan. Statusnya dinaikkan menjadi Asisten Resident dan wilayah ditambah Rao.
- menurut tijdschrift, voor Neerland's Indie Jrg 2, 1839. Di Ranah Nata terdapat 6 suku, yaitu : Minang Kabau, Suku Barat, Suku Padang, Suku Bandar 10, suku atjeh, suku Rao.
1840, status Ranah Nata diturunkan dari Asisten Resident menjadi Counteler.
30-11-1842, Eduard Doowes Dekker (Multatuli) menjadi Controleur Natal, selama menjabat Multatuli menjadi tempat curhat dan berkeluh kesah penduduk bahkan melakukan advokasi,
Karna dianggap tidak berpihak pada pemerintah Belanda, Multatuli di panggil ke Padang dan di bebas tugaskan dan di ganti dengan H. Dipenhorst.
1843 Eduard Doowes Dekker dipecat dari Controleur Natal.
Menurut De Sumatra Post, 18-03-1931 : Surat Dari Eduard Doowes Dekker telah di temukan dari Arsip Negara dan disimpan. Multatuli menulis surat dari 30 Nov 1842 - 25 Agst 1843.
1845, Ranah Nata masuk residen Air Bangis, sejak pemecatan Multatuli, pemerintahan Natal dikendalikan oleh beberapa controleur, tapi hanya sebatas  pejabat sementara.
1846, afdeeling Natal dimasukkan dalam ke Residentie Tapanuli.
Saat AP Godon menjabat di Afd. Mandailing en Angkola, jalan penghubung antara Tanobato dengan Pelabuhan Natal dibuka.
1852, Produksi kopi Mandailing dan Angkola mengalir ke Pelabuhan Natal, dan diteruskan ke Padang,
1853, JAW Van Opuijsen menjadi Controleur Natal,
1857, Ranah Nata mulai sepi kembali seperti tahun 1845, akibat dari dibukanya jalan darat penghubung Padang - Sibolga via Padang Sidempuan.
1862, si Sati ( Willem Iskandar) bersama Jellinghaus ( Resident Mqndailing en Angkola) datang dan bermalam di rumah gadang Ranah Nata.
1864, WR Devidson membangun Tangsi Hitam di Natal yang kini menjadi Rutan Natal.


Kamis, 24 Agustus 2017

Sejarah Kota Natal : Prakiraan Masa dan Tahun kuasa I

Bendera Raja - Raja di Ranah Nata.

Ranah Nata ( kota Natal) merupakan kota kecil yg mncapai puncak kejayaan dimasa penjajahan kolonial penjajah. Menurut M. Onggang Parlindungan dalam buku ( Tuanku Rao ) masyarakat adat Ranah Nata sudah berusia satu alaf (1000 th) lamanya dan menamakan tanah ulayat nenek moyangnya dengan sebutan Ranah Nata. Dan tidak pernah ada orang yg menambahkan huruf el ( L) atau er (R) dibelakang kata Nata. Kecuali para pendatang dan masyarakat mandailing dahulunya.
Berikut beberapa catatan tahun sejarah untuk Ranah Nata.
1325 - 1350, DR. Hamka, 1974. Dalam buku nya "Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao", menjelaskan bahwa Ibnu Bathuthah datang ke Natal dan memberi nama Ranah Nata untuk Kota Natal.
Hal ini dikarenakan saat beliau tiba di Natal beliau mendengar suara jeritan dari seseorang yang berasal dari sebuah  bukit kecil yang saat ini disebut dengan nama bukit bendera. Menurut E.St. Harahap, 1960, dalam buku "Perihal Bangsa Batak" sebenarnya bukit itu bernama bukit Mandera, yaitu bukit tempat mendera.
1412, diyakini sebagai tahun kedatangan Syekh Maghribi Maulana Malik Ibrahim ke Ranah Nata,
1416, H. Sham Po Boo datang ke Ranah. Beliau adalah seorang saudagar dari China, yang kemudian para pendatang China mulai mendirikan penggergajian kayu di singkuang skitar tahun 1513. Dan kedatangan saudagar dari negeri bambu ini juga diyakini sebagai awal pemberian nama singkuang yg berasal dari kata Sing Kwang yang berarti tanah baru. Sedangkan untuk tempat peristirahatan mereka adalah suatu tempat yg bernama Kun - Kun yg juga berasal dari bahasa China dan mempunyai arti Berleha -leha.
1492-1496, dalam buku "Perihal Bangsa Batak" disebutkan bahwa kolonial telah datang ke Ranah Nata untuk berdagang.
1500-1560, Shaff ra Alisyahbana, dalam catatan Pra Malako memperkirakan Datuk Imam Basya dari Air Bangis dan pangeran Indra Sutan dari Indopuro datang ke Ranah Nata dan mendirikan kerajaan Ranah Nata yang berpusat di Padang Malako, dan kemudian pindah ke Kampung Bukik. Sementara itu Pangeran Indra Sutan mendirikan kerajaan Lingga Bayu di simpang bajambah yang notabenenya adalah pemekaran dari kerajaan Ranah Nata. Sebagian sumber menyatakan pemekaran ini untuk mempermudah penguasaan dan pengawasan wilayah Ranah Nata atau pembagian tugas.
1525 , untuk yang kedua kalinya bangsa portugis datang ke Ranah Nata dan memberi nama Natal untuk Ranah Nata.
Hal ini dikarenakan mereka melihat ada kemiripan pelabuhan dan pemandangan Ranah Nata dengan Natal yang ada di Prov. Durban, Afrika Selatan dan juga Amerika Selatan. Namun ada pula yang berpendapat bahwa pemberian nama Natal dikarenakan mereka tiba di Ranah Nata pada tanggal 25 Desember yang bertepatan dengan Hari Natal.
1672, menurut Jhon Crawfurd, 1856, dalam buku " A Discriptive of Ned Indies" bangsa Inggeris datang ke Ranah Nata dan juga memberikan nama Natal untuk Ranah Nata.
1610, Ranah Nata dikuasai oleh Kerajaan dari Atjeh.
1619 Sejak kedatangan pelaut-pelaut Eropa di Nusantara (menggantikan pelaut/pedagang dari India, Persia dan Arab), nama Natal belumlah popular. Pelaut Portugis dan Spanyol yang pertamakali datang. Kemudian disusul Perancis, Inggris dan Belanda. Pelaut-pelaut Portugis telah memetakan wilayah Nusantara. (Sumber : blog Akhir Matua Hrp.)
1697, Syekh Burhanuddin III datang ke Ranah Nata.
1700, Sutan Tiansyah datang dari Bengkulu dan mendurikan kerajaan Kinondom di Simpang Sao, Bintuas.
1710, Raja Merangkat dan Raja Lumut mendirikan kerajaan Singkuang di Sinorpi.
1711, Sutan Rangkayo Maharajo Di Rajo dari Indopuro mendirikan kerajaan Batahan di Sopobolo
1715, Si Hitam Lidah Raja di Angkola dari Muara Sipongi mendirikan kerajaan Lubu di Batu Gajah,
1715/1720 Mangaraja Uhum dari Mandailing pindah ke Ranah Nata. Dari sinilah awal mula muncul nya penyebutan Natar untuk Ranah Nata. Natar berasal dari kata Natarida yang berarti " yang tampak /Indah".
1760, Sutan Baginda Martia Lelo mengadakan perjanjian dengan VOC di Ranah Nata yang dihadiri oleh Abraham Moashell (Resident Nias).
1762, untuk kesekian kalinya bangsa Inggeris masuk ke Ranah Nata dan memperkuat penamaan Natal dan juga membuat peta Ranah Nata.

Bersambung


Sejarah Kota Natal : Prakiraan Masa dan Tahun kuasa I

Bendera Raja - Raja di Ranah Nata.

Ranah Nata ( kota Natal) merupakan kota kecil yg mncapai puncak kejayaan dimasa penjajahan kolonial penjajah. Menurut M. Onggang Parlindungan dalam buku ( Tuanku Rao ) masyarakat adat Ranah Nata sudah berusia satu alaf (1000 th) lamanya dan menamakan tanah ulayat nenek moyangnya dengan sebutan Ranah Nata. Dan tidak pernah ada orang yg menambahkan huruf el ( L) atau er (R) dibelakang kata Nata. Kecuali para pendatang dan masyarakat mandailing dahulunya.
Berikut beberapa catatan tahun sejarah untuk Ranah Nata.
1325 - 1350, DR. Hamka, 1974. Dalam buku nya "Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao", menjelaskan bahwa Ibnu Bathuthah datang ke Natal dan memberi nama Ranah Nata untuk Kota Natal.
Hal ini dikarenakan saat beliau tiba di Natal beliau mendengar suara jeritan dari seseorang yang berasal dari sebuah  bukit kecil yang saat ini disebut dengan nama bukit bendera. Menurut E.St. Harahap, 1960, dalam buku "Perihal Bangsa Batak" sebenarnya bukit itu bernama bukit Mandera, yaitu bukit tempat mendera.
1412, diyakini sebagai tahun kedatangan Syekh Maghribi Maulana Malik Ibrahim ke Ranah Nata,
1416, H. Sham Po Boo datang ke Ranah. Beliau adalah seorang saudagar dari China, yang kemudian para pendatang China mulai mendirikan penggergajian kayu di singkuang skitar tahun 1513. Dan kedatangan saudagar dari negeri bambu ini juga diyakini sebagai awal pemberian nama singkuang yg berasal dari kata Sing Kwang yang berarti tanah baru. Sedangkan untuk tempat peristirahatan mereka adalah suatu tempat yg bernama Kun - Kun yg juga berasal dari bahasa China dan mempunyai arti Berleha -leha.
1492-1496, dalam buku "Perihal Bangsa Batak" disebutkan bahwa kolonial telah datang ke Ranah Nata untuk berdagang.
1500-1560, Shaff ra Alisyahbana, dalam catatan Pra Malako memperkirakan Datuk Imam Basya dari Air Bangis dan pangeran Indra Sutan dari Indopuro datang ke Ranah Nata dan mendirikan kerajaan Ranah Nata yang berpusat di Padang Malako, dan kemudian pindah ke Kampung Bukik. Sementara itu Pangeran Indra Sutan mendirikan kerajaan Lingga Bayu di simpang bajambah yang notabenenya adalah pemekaran dari kerajaan Ranah Nata. Sebagian sumber menyatakan pemekaran ini untuk mempermudah penguasaan dan pengawasan wilayah Ranah Nata atau pembagian tugas.
1525 , untuk yang kedua kalinya bangsa portugis datang ke Ranah Nata dan memberi nama Natal untuk Ranah Nata.
Hal ini dikarenakan mereka melihat ada kemiripan pelabuhan dan pemandangan Ranah Nata dengan Natal yang ada di Prov. Durban, Afrika Selatan dan juga Amerika Selatan. Namun ada pula yang berpendapat bahwa pemberian nama Natal dikarenakan mereka tiba di Ranah Nata pada tanggal 25 Desember yang bertepatan dengan Hari Natal.
1672, menurut Jhon Crawfurd, 1856, dalam buku " A Discriptive of Ned Indies" bangsa Inggeris datang ke Ranah Nata dan juga memberikan nama Natal untuk Ranah Nata.
1610, Ranah Nata dikuasai oleh Kerajaan dari Atjeh.
1619 Sejak kedatangan pelaut-pelaut Eropa di Nusantara (menggantikan pelaut/pedagang dari India, Persia dan Arab), nama Natal belumlah popular. Pelaut Portugis dan Spanyol yang pertamakali datang. Kemudian disusul Perancis, Inggris dan Belanda. Pelaut-pelaut Portugis telah memetakan wilayah Nusantara. (Sumber : blog Akhir Matua Hrp.)
1697, Syekh Burhanuddin III datang ke Ranah Nata.
1700, Sutan Tiansyah datang dari Bengkulu dan mendurikan kerajaan Kinondom di Simpang Sao, Bintuas.
1710, Raja Merangkat dan Raja Lumut mendirikan kerajaan Singkuang di Sinorpi.
1711, Sutan Rangkayo Maharajo Di Rajo dari Indopuro mendirikan kerajaan Batahan di Sopobolo
1715, Si Hitam Lidah Raja di Angkola dari Muara Sipongi mendirikan kerajaan Lubu di Batu Gajah,
1715/1720 Mangaraja Uhum dari Mandailing pindah ke Ranah Nata. Dari sinilah awal mula muncul nya penyebutan Natar untuk Ranah Nata. Natar berasal dari kata Natarida yang berarti " yang tampak /Indah".
1760, Sutan Baginda Martia Lelo mengadakan perjanjian dengan VOC di Ranah Nata yang dihadiri oleh Abraham Moashell (Resident Nias).
1762, untuk kesekian kalinya bangsa Inggeris masuk ke Ranah Nata dan memperkuat penamaan Natal dan juga membuat peta Ranah Nata.

Bersambung


Senin, 22 Mei 2017

Takilek Ikan Didalam Lubuak


Takilek Ikan Didalam Lubuak
Cipt. ALBANNA

Sakiknyo sakik paruntuangan,
Sanang diurang banampakkan,
Badan nan bansaik dilendo jaman,
Katanah rantau kaki bajalan,

Tabayang ameh dirantau urang,
Kironyo sansai nan ka dijalang,
Tasisiah badan digalanggang,
Rasaki bana diek oiiii alun basarang,

Reff:
Dirantau urang mato balinang,
Batin manangih badan takaluak,
Sadang nyo bansaik dirantau urang,
Takilek ikan didalam lubuak.

Tanah batuah kampuang halaman,
Ma imbau - imbau manyuruah pulang,
Diparak sajo lapiak kambangkan,
Usah dituruik rayuan tanah subarang..


Minggu, 07 Mei 2017

Kecelakaan Lapangan Merdeka Medan



https://www.instagram.com/p/BTyurAuA_4K/


Hujan Mamanciang Rindu


Hujan Pamanciang Rindu
Cipt. ALBANNA

Malam nan sunyi tiado babintang
Angin malam babisiak sayang
Jangkrik anggan untuak badendang
Denai tamanuang ditapi janjang

Katiko angin barambuih kancang.
Rintiak hujan mambasah badan.
Rupo adiak mulai tabayang.
Angan pun tabang manabuih kanangan.

Reff.
Hujan nan turun dilaruik malam
Badendang ratok nasib nan malang.
Mambaok kaba maso nan silam
Samaso tangan saliang sabimbiang.

Oh angin
Sampaikanlah salam rindu
Dakek adiak nan denai sayang
Oh hujan.
usahlah datang mamanciang rindu.
Bia tanang taraso hati..

@ALBANNAdiNata


Sabtu, 06 Mei 2017

Nasib Kuini nan Malang

Nasib Kuini Nan Malang
Cipt. ALBANNA

Bamulo batang ditanam urang
Disiram tuan pagi jo patang
Kini pokok lah mulai gadang
Badahan banyak daunnyo rindang.

Katiko musim datang manjalang
Daun nan hijau lah tampak kuniang.
Ulah dek bungo sadang mangambang.
Sananglah hati tuan mamandak.

Reff:
Katiko putiak lah mulai gadang.
Badai mahadang hujan jo kilek.
Patah lah rantiang jo dahan malang
Habih lah buah jatuahnyo ruruik.

Lah malang kuini malang.
Dahan patah ditingga urang.
Tuan datang raso ka berang.
Isuok batang ditabang urang.


Kamis, 13 April 2017

Kampuang maimbau

Kampuang maimbau.
Cipt. ALBANNA

Ondeh dunsanak sadonyo
Dangalah ratok ranah kito
Tapian mandi tanah pusako
Nagari batuah kato urang tuo

Dirantau dunsanak malenggang
Nan mudo lah banyak mailang.
Ulah dayo lupo jo kampuang
Tanah lapang dijarah urang.

Reff
Dunsanak capek lah pulang
Mambangkik batang tarandam
Ranah Nata nan sadang malang
Rindu kampuang usah di pandam.

Tasabuiklah batu nan ampek
Batas nagari si Ranah Nata
Sakik iduik usah di upek
Sanang dirantau usahlah pongah.


Cinto Anak Nata


CINTO ANAK NATA
cipt. ALBANNA

Ka marantau
Hati taibo
Tabayang kasiah
Nan ka batinggakan.
Ulah nasib pintak kabarubah
Mangkonyo kito hiduik bajauhan..

Dirantau urang
Sansai si anak dagang.
Adiek den sayang
Antah bilo ka batamu pandang...
reff:
Iko cinto si anak Nata.
Walau hiduiknyo susah.
Kasiah takkan bapisah..
Dihampeh galombang.
Hiduik bakatuntang.
Nan dek adiek...
Ttap tabayang.

Jikok nyo isuak.
Nasib kabarubah.
Den japuik adiek
Buliah nak tunai diak oiii
Janji janji nan bagubah..


Sabtu, 01 April 2017

Syair Ranah

pagi nan indah di balik merapi
fajar menyinar menyambut pagi.

kicau indah burung menghentak sepi.
dendang panci berdiangkan api.

udara segar berbisik jernih.
indah pantai menampakkan diri.

gelombang laksana gendang berbunyi.
menghempas pantai buih menari.

tapi,
itu dahulu sekali.
kini singa jaman mnerkam ranah.
adat timur bergeser sudah.

budaya asing merajalela.
kicau indah hnya khayalan saja.

udara bersih sembunyi dalam mmpi semata.
ombak bergulat dengan sampah.
buih mnghitam jadi mahkota.

hutan dirambah sesuka hatinya.
satwa tergusur dari ranah.

pindah dan terbunuh taruhannya.
pesiul ulung hdup dlm penjara.

ikan berkubang di sungai keruh.
hilang adat ranah sengsara.

hukum hanya tameng saja.
tanah pusaka tergadai sudah.

warisan sejarah beranjak punah.
tuan ulama dipandang sebelah mata.

mesjid megah sepi jamaah.
kaji beralih tontonan sinema.

ranah kini meratap pilu.
sakit tiada yg mengobati.

banyak yg pandai lupa diri.
yang peduli di cemo'ohi.

bukan berpartisipasi
tapi menghalangi.

wahai umat bernama manusia.
usah dikau tamak dan serakah.

bumi nan indah drusak jangan.
sebab bencana tiada terkira.

dari bukit dan gunung ada bahaya.
tanah longsor, air bah hingga gunung yg muntah.

di lembah tempat air membangun danau dan rawa.
dri pantai gelombang pasang hingga Tsunami telah siaga.

dibawah tanah ada gempa.
diudara angin badai, topan, tornado dan sejenisnya.


BIDUAK PINCOLANG, Perahu Layar Jaman Dahulu di Ranah Nata

Biduak pincolang

Biduoak pincolang merupakan perahu/sampan yang jaman dahulu digunakan oleh para nelayan sebagai alat transportasi laut sekaligus perahu para nelayan untuk menangkap hasil laut.
Perahu ini diyakini telah digunakan sejak beberapa abad yang lalu. Dan keberadaannya sekarang sudah hilang, tergantikan oleh alat tangkap ikan yang lebih modern. Saat ini para nelayan sudah mnggunakan kapal mesin. Sehingga tidak bergantung pada angin lagi. Namun berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup biota laut. Biduak pincolang atau perahu ini hampir sama dengan perahu layar yang sering digunakan para nelayan. Namun uniknya perahu ini juga dilengkapi dengan kabin(kamar) sebagai tempat berteduh, istirahat, dan juga ruangan yang dapat digunakan oleh para penumpangnya.


Jumat, 10 Februari 2017

Sejarah Kota Natal jilid VII



Sejak AP Godon menjadi Asisten Residen di Afdeeling Mandailing en Angkola (1847) telah banyak yang berubah. Produksi kopi terus meningkat di Mandailing dan Angkola, akses jalan menuju Natal semakin lancar. Perubahan yang lain adalah anak-anak Mandailing en Angkola sudah mulai bersekolah (introduksi aksara latin dalam pendidikan). Pendapatan pemerintah dari kopi telah mampu membiayai untuk pendidikan. Pendapatan yang sebelumnya terbatas untuk anggaran infrastruktur (utamanya jalan/jembatan) kini telah diperluas dan dialokasikan untuk pendidikan.
Sukses pertama dari pendidikan di Mandailing en Angkola adalah dikirimnya dua siswa (bernama Si Asta dan Si Angan) tahun 1854 untuk studi kedokteran di Batavia. Kedua siswa ini diharapkan akan mampu menangani penyakit dan wabah yang kerap terajdi sebelumnya. Sukses kedua adalah dikirimnya Si Sati pada tahun 1857 untuk studi keguruan ke Belanda. Pada tahun 1856 dua siswa kedokteran telah berhasil dalam studinya. Dr. Asta ditempatkan di Mandailing dan Dr. Angan ditempatkan di Angkola. Pada tahun 1856 dua siswa dikirim lagi ke Batavia.
Pada tahun 1961 Si Sati yang telah berganti nama menjadi Willem Iskander kembali ke tanah air (Batavia). Willem Iskander kemudian pulang kampong di Mandailing untuk mendirikan sekolah guru (kweekschool). Lokasi yang dipilih Willem Iskander tempat sekolah guru yang akan diasuhnya sendiri adalah din Tanobato. Suatu kampong yang jauh dari Panjaboengan di daerah yang lebih tinggi dan berhawa sejuk di sisi jalan menuju pelabuhan Natal.
Lokasi sekolah guru yang dipilih di Tanobato tidak menguntungkan untuk siswa-siswa yang berasal dari Angkola. Pilihan lokasi diduga karena letak Tabobato yang berhawa sejuk lebih sesuai untuk Willem Iskander sendiri yang sudah mengalami iklim Eropa. Alasan utama mungkin agar Willem Iskander mudah dan cepat akses ke pelabuhan (agar mudah ke Padang dan Batavia) dan juga agar pejabat pendidikan baik di Padang dan Batavia mudah mengakses sekolah guru itu.
Pilihan Tanobato sebagai sekolah guru secara tidak langsung menguntungkan Natal (yang sudah beberapa tahun mengalami keterpencilan). Natal dan pelabuhan Natal akan dengan sendirinya menjadi ramai kembali. Para pejabat akan sering meninjau sekolah tersebut. Demikian juga para wisatawan akan tertarik melihat keberadaan sekolah guru yang berada di ketinggian itu yang mana gurunya, Willem Iskander merupakan satu-satunya pribumi yang berpendidikan di Hindia Belanda dan memahami serta sudah terbiasa dengan budaya Eropa.
Afdeeling Natal yang selama ini hanya terdapat dua atau tiga pejabat (termasuk controleur), pada tahun 1861 di Natal sudah terdapat enam pejabat. Di Tanobato sejak tahun 1852 sudah ditempatkan seorang koffie pakhuis,meester. Lalu sejak 1856 seorang pengawas ditempatkan di Moearasama. Kemudian pada tahun 1858 pengawas ditambahkan di Tapoes. Pada tahun 1860 pakhuis,meester di Tanobato dan pengawas di Tapoes dihilangkan. Ini mengindikasikan jalur Natal keramaiannya (arus barang dan orang) menurun. Akan tetapi pada tahun 1861 di Tanobato diaktifkan lagi pakhuis,meester.
Satu-satunya pejabat yang ada di Tanobato saat Willem Iskander membuka sekolah guru adalah pakhuis,meester. Bisa dibayangkan bahwa Tanobato, tempat adanya sekolah guru sangatlah sepi jika dibandingkan dengan Panjaboengan yang sangat ramai tempat dimana asisten residen berkedudukan dan sejumlah pejabat lainnya. Pada tahun 1863 status pakhuis,meester di Tanobato diringkatkan menjadi pengawas. Jabatan pakhuis,meester yang sebelumnya dipegang oleh Belanda kini dialihkan dan dipegang oleh pribumi.
Penempatan pengawas (opziener) di Tanobato besar kemungkinan karena sekolah guru ini telah memiliki banyak siswa. Perhatian pemerintah di Tanobato tidak hanya pada perdagangan kopi (fungsi koffiej pakhuis,meester) tetapi juga aspek-aspek yang lebih luas dalam bidang kemasyarakatan yangdalam hal ini intens dalam bidang pendidikan (fungsi pengawas).
Sekolah guru Tanobato (Kweekschool Tanobato) semakin berkembang dan semakin diakui oleh pemerintah hingga pada akhirnya pada tahun 1865 sekolah yang didirikan Willem diakuisi pemerintah dan dijadikan sebagai sekolah guru negeri. Tanobato semakin berkembang, Moerasama juga semakin berkembang dan Natal juga ikut semakin pesat lagi berkembang.

Sumber :Akhir Matua Harahap


Kamis, 02 Februari 2017

Sejarah Kota Natal jilid VI (Ranah Nata)

Foto Pantai Natal Dahulu

Akibatnya, Natal tidak sepenuhnya menjadi pelabuhan dari afd. Mandailing en Angkola lagi, karena dalam perkembangannya tidak semua arus produksi dan orang melalui pelabuhan Natal. Penduduk dan hasil-hasil produksi dari Angkola sudah sejak lama mengalir melalui Lumut tetapi semakin optimal dengan tersedianya gudang/pelabuhan di Djaga-Djaga.

Pada saat era WA Hennij inilah ekonomi Angkola mampu mengimbangi ekonomi Mandailing. Volome perdagangan kopi Angkola telah meningkat pesat dan harganya juga telah meningkat juga. Faktor penting peningkatan elonooomi Angkola karena akses jalan yang telah membaik dari Padang Sidempuan ke Loemoet. Juga karena factor perluasan kebun kopi ke Sipirok telah mulai menghasilkan.

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-06-1860: ‘Asisten Residen Mandheling en Ankola, B. Zellner dipindahkan ke Lima Poeloeh Kotta. Untuk Asisten Residen Mandheling en Ankola diangkat Controleur kelas-1, W.A. Henny, yang sebelumnya menjabat Controleur di Ankola’

Atas prestasi WA Hennij dalam ekstensifikasi dan intensifikasi kopi di Angkola, posisinya dinaikkan dari jabatan controleur (di onderafd. Angkola) menjadi asisten residen (di afdeeling Mandailing en Ankola). Dalam perkembangannya, WA Hennij ditarik ke Padang, Ibukota Province Sumatra’s Westkust menjadi sekretaris Gubernur (kini Sekda).

Ketika akses jalan Padang Sidempuan-Lomoet telah ditingkatkan untuk pengakutan kopi, pemerintah pusat/provinsi memandang perlu untuk menghubungkan Padang (ibukota provinsi Sumatra’s Westkust) dengan Sibolga (ibukota Residentie Tapanoeli) melalui moda transfortasi darat. Lalu dilakukan peningkatan mutu jalan/jembatan di tiga etafe: Fort de Kock-Panjaboengan, Panjaboengan-Padang Sidempuan dan Padang Sidempuan-Sibolga. Pada etafe Padang Sidempuan-Sibolga, jalan darat diperluas antara Loemoet-Sibolga. Sebab pelabuhan Sibolga sudah ditingkatkan dan arus perdagangan kopi akan langsung menuju Sibolga. Konsekuensinya, jalan akses Panjaboengan/Kotanopan menuju Natal semakin sepi. Hal ini karena faktanya arus kopi dari Mandailing telah mengalir ke tiga arah: selain ke Natal, juga telah mengarah ke Fort de Kock dan ke Padang Sidempuan.

Sejak WA Hennij menjadi sekda provinsi, perhatian pemerintah semakin intensif ke Residentie Tapanoeli khususnya di afdeeling Mandailing en Angkola. Semakin membaiknya akses darat dari Padang-Sibolga via Padang Sidempuan, jumlah para wisatawan juga semakin meningkat. Hal lain adalah di satu sisi produksi kopi di onderfadeeling Klein Mandailing dan Oeloe en Pakantan sudah mengalir melalui darat ke Fort de Kock dan di sisi lain produksi kopi dari Angkola (Djae, Djoeloe dan Dolok) menuju Sibolga.

Posisi Padang Sidempuan menjadi strategis. Padang Sidempuan menjadi tumbuh pesat karena tidak hanya pusat transit perdagangan kopi (gudang besar) juga penduduk Mandailing sudah mulai banyak yang melakukan transaksi ke Padang Sidempuan (menjual produk ekspor dan membeli produk impor).

Natal lambat laun menjadi sepi. Natal yang sebelumnya pintu gerbang afdeeling Mandailing en Angkola seakan berbalik menjadi hanya sekadar pintu belakang. Natal seakan menjadi terpencil kembali, sebagaimana pada tahun 1845. Saat itu Natal tidak menjadi bagian dari Residentie Tapanoeli tetapi bagian daerah paling luar dari Residentie Padangsche Bovenlanden (ibukota di Fort de Kock).

Sumber : Akhir Matua Harahap.


Nur Alamsyah Batubara AMB


Senin, 02 Januari 2017

Sejarah Kota Natal jilid V

Kebijakan pertama AP Godon adalah menyeimbangkan tujuan pemerintah colonial dengan kebutuhan penduduk Mandailing en Angkola. Ada dua program simultan yang dilaksanakan AP Godon. Pertama, program membuka jalan adalah membuka isolasi daerah dengan membuka transportasi (pembangunan jalan dan jembatan) antar Tanobato dengan pelabuhan Natal. Hal ini karena produksi kopi (hasil koffiecultuur yang dimulai sejak 1841) sudah menumpuk di gudang-gudang tetapi tidak tersalurkan dengan baik. Kedua, program introduksi pendidikan modern (aksara latin) yakni menyediakan pendidikan bagi anak-anak para pimpinan penduduk di Mandheling en Ankola. Program ini dianggap pemerintah sebagai kebutuhan yang sesuai dengan karakter penduduk Mandailing en Angkola.

Setelah selesainya pembangunan jalan yang menghubungkan Mandailing dan Natal maka pada tahun 1852 lambat laun produksi kopi mulai mengalir dari Mandailing dan Angkola ke pelabuhan Natal dan diteruskan ke Padang.Oleh karena kopi Mandailing dan Angkola terbilang unik dan memenuhi semua cita rasa di Eropa dan Amerika, maka harga kopi dari Mandailing dan Ankola pelan tapi pasti makin meningkat hingga kopi Mandailing dan kopi Angkola mendapat apresiasi harga tertinggi dunia sejak 1860-an hingga tahun 1920-an.

Meski terus diawasi secara ketat, para petani makin bergairah karena harga kopi Mandailing dan kopi Ankola yang terus merangsek naik menjadi dapat dirasakan oleh petani hingga sampai ke lereng-lereng gunung. Sistem cultuur stelsel (tanam paksa) yang dulunya menjadi sumber masalah (kerusuhan) mulai hilang sendirinya karena penduduk sendiri sudah proaktif menanam (bebas tanam).

Dengan situasi dan kondisi yang semakin kondusif di Mandailing en Ankola, situasi dan kondisi di Natal juga turut kondusif. Pada tahun 1853 controleur yang ditempatkan di Natal adalah JAW van Opuijsen.

JAW van Opuijsen adalah ayah dari Charles Adriaan van Ophuijsen. Kelak Charles Adriaan van Ophuijsen. Lebih dikenal sebagai guru terkenal di Padang Sidempuan (Kweekschool Padang Sidempuan).

Onderafdeeling Angkola maju pesat

Afdeeling Mandailing en Angkola terdiri dari empat onderafdeeling (Groot Mandailing, Klein Mandailing, Oeloe en Pakantan dan Angkola). Sentra koffiecultuur sendiri sesungguhnya hanya terdapat di onderfadeling Oeloe en Pakantan dan onderafdeeling Angkola. Dari dua onderafdeeling inilah produksi kopi secara besar-besaran mengalir ke pelabuhan Natal. Kopi asal dua sentra ini di pusat lelang di Padang diberi label yang terpisah: kopi Mandailing dan kopi Angkola.

Sejak 1843 di Angkola telah bekerja dengan baik dalam koffiecultuur WF Godin sebagai controleur. Pada tahun 1846 Godin digantikan oleh LB van Planen Patel, lalu pada tahun 1948 Patel digantikan KF Stijman, lalu tahun 1851 datang AJF Hamers (berakhir 1855). Masing-masing controleur ini dapat diterima penduduk/pemimpin di Angkola. Akibatnya produksi kopi Angkola tidak efisien lagi disalurkan via Natal (terlalu jauh).

AJF Hamers yang menjadi controleur Angkola selama lima tahun melihat situasi dan kondisi dengan cermat lalu mulai merintis membuka jalan antara Padang Sidempuan dengan Loemoet (pelabuhan sungai). Pada saat AP Godon cuti ke Belanda tahun 1857 (setelah lebih dari delapan tahun menjadi asisten Residen Mandailing en Ankola) di Angkola ditempat seorang controleur yang visioner, seorang sarjana bernama WA Hennij.

Mr. WA Hennij mengikuti program yang telah dijalankan oleh Hamers. WA Hennij lebih meningkatkan kapasitas (produktivitas kopi) dan efisiensi pengakutan (low cost). Karenanya WA Hennij sangat berhasil dalam perluasan areal kopi di Angkola, tidak hanya di Angkola Djae dan Angkola Doeloe tetapi juga ke Angkola Dolok (Sipirok) dan juga sangat berhasil dalam peningkatan mutu jalan/jembatan antara Padang Sidempuan-Loemoet. Semasa Hennij menjadi controleur Angkola, juga dibangun gudang besar di Djaga-Djaga (pelabuhan laut) yang dapat meningkatkan volume/tonase kapal untuk mengangkut kopi ke Padang.
Sumber :  Akhir Matua Harahap (blog)





Nur Alamsyah Batubara AMB